Senin, 27 Juli 2009

Part 2 : Setibanya Saya Di Sana.

"HEY!
HEY!
HEY BOCAH BODOH!

Jangan-jangan dia mati? Tapi kok matinya ndak milih-milih tempat ya?"


Wah. Badan saya ini terasa pegal dan agak sakit di beberapa tempat, termasuk di kepala bagian belakang. Mungkin memar.

Pemandangan di depan mata masih gelap. Setelah suara percakapan barusan, saya belum mendengar apa-apa lagi. Dan beberapa saat kemudian warna hitam di pandangan saya sedikit demi sedikit memudar dan berganti menjadi abu-abu. Tak sampai dua menit, semua sudah jelas.

Saya menyadari tengah terbaring di rerumputan, dan selurusan pandangan saya, ada lampu merkuri yang tidak menyala. Tentu saja tidak menyala, karena sepertinya ini siang hari.

"Hey bocah bodoh!"

Suara yang saya dengar ketika masih gelap tadi, terdengar lagi.
Tapi karena saya tidak merasa diri bodoh, buat apa saya menyahut?

"Hey bocah bodoh! Jangan pura-pura ndak denger! Udah melek juga."

Entah mengapa badan ini enggan bangkit. Jadi saya menoleh saja ke sekitar untuk mencari sumber suara.
Tidak ada siapa-siapa.
Lalu muncullah sedikit kekuatan untuk bangun.

Sekarang saya duduk dan masih penasaran memikirkan siapa yang tadi berbicara.

hening

SHUWWW..
angin dingin penembus kulit tiba-tiba berhembus.
Dan anehnya baik dedaunan maupun rumput tidak bergerak karena tiupannya.

"Saya di belakangmu hey bocah bodoh."

Tiba-tiba saja di belakang saya sudah ada sesosok pemuda berbaju hitam.
Dua puluh dua tahun sepertinya dia sudah ada di bumi.
Matanya menunjukkan keingintahuan. Mulutnya bergerak pelan mengunyah sebatang ilalang seperti suka dilakukan koboi-koboi bintang iklan rokok itu.

"Kok saya ada di sini ya, mas?" Tanya saya spontan.

"Lah, kamu ngapain di sini?" Balasnya dengan ekspresi yang menurut saya menyebalkan.

"Kalo saya tau, saya ga akan nanya, mas."

"Bener kan. Kamu bocah bodoh. Kamu ada di Jatinangor. Di Unpad. Di boulevard. Di atas rumput. Di depan saya."

Jawaban itu membuat saya semakin bingung.

"Seingat saya, terakhir saya sadar itu saya ada di kamar saya, mas."

"Iya tapi dari tadi malam kamu udah tepar di sini, bocah bodoh. Kamu ke sini mau ngapain? Mau daftar jadi mahasiswa? Mau dagang? Mau cari pacar? Mau demo?"

Saya tidak menjawab. Terlalu banyak hal aneh terjadi dalam waktu singkat.
Saya seharusnya ada di kamar, berpikir menentukan pilihan, dan setelah memilih melaporkannya pada kakak, dan kemudian mendapat pujian dari seluruh keluarga karena mengikuti jalan yang juga mereka tempuh.

"Hey jawab bocah bodoh. Kamu masih waras toh?"

"Sumpah mas, terakhir saya sadar itu saya ada di kamar. Dan seharusnya saya sedang menentukan pilihan."

"Pilihan apa? Capres?"

"Jurusan."

"Kamu mau masuk universitas?"

"Iya. Saya baru lulus. Dan saya harus melanjutkan ke universitas, karena itu yang dibilang sama keluarga saya."

Pemuda itu tampak sedikit terkejut, dan kemudian di wajahnya tersungging senyum yang amat tipis.
Lalu ia menepuk pundak saya.

"Kamu akan berjalan-jalan. Selamat datang."

Ia mengeluarkan selembar kertas yang tampak familiar.
Ya! Itu kertas formulir isian saya!

"Ini punyamu, tadi saya temukan ndak jauh dari sini."

Ia memperlihatkan kertas itu, dan ketika saya hendak meraihnya, ia menariknya.

"Ini beneran punyamu. Nih lihat namanya."

Itu benar-benar kertas saya. Tulisan tangan saya sendiri.

"Nah, kita mulai dari.. Hmm.. Yang paling dekat dulu. Kedokteran Gigi."

SHINGGG.
Suara yang memekakkan telinga membuat saya sontak menutup mata dan telinga.

Beberapa saat kemudian, suara itu tak terdengar lagi.
Setelah mata saya terbuka, saya sudah tidak duduk di atas rumput lagi.

Saya ada di dalam sebuah ruangan.



-------------------------------------------------------------------------------------
Bagian kedua, yang diikuti banyak bagian berikutnya.

6 komentar:

  1. ka caca, ini gada lanjutannya? uus penasaran banget lah ini

    BalasHapus
  2. nunggu lanjutannya juga.

    Charlie, ini mah saran aja yak.
    emang sih dasarnya item terus tulisannya putih gampang dibaca.

    tapi ya, entah mengapa aku kalo baca lama-lama jadi pusing dan mengerutkan kening mungkinkah karena tulisannya yang terlampau kecil atau putihnya sangat berkilau tapi kalau baca yang terlalu panjang kaya yang ini pusing.
    hehe.

    BalasHapus
  3. [uus] blm bertemu peri inspirasi us. jd blm berlanjut. hehehe

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. lah, kenapa ada yang diapus.
    wah terima kasih.
    karena asli pusing loh lama-lama.

    BalasHapus
  6. itu diapus krn dobel atulah. ini sdh diubah dan semoga lbh memanjakan mata.

    BalasHapus